Barack Obama mengakui Amerika Serikat tidak mampu mengalahkan kelompok militan Taliban di Afghanistan.
"Situasi di Afghanistan masih sulit. Perang telah menjadi bagian dari kehidupan di Afghanistan selama lebih dari 30 tahun. AS tidak bisa menghapus Taliban atau mengakhiri kekerasan di negara itu," kata Obama saat berpidato di Pangkalan Angkatan Udara MacDill di Florida.
Pasca serangan ke Gedung World Trade Center di New York pada 11 September 2011, AS menganggap Taliban bertanggung jawab atas peristiwa itu dan kemudian menggempur Afghanistan dengan alasan memerangi terorisme dan Taliban serta menciptakan keamanan dan stabilitas.
Militer AS telah dikerahkan ke Afghanistan sejak masa itu. Saat ini 10 ribu tentara Amerika disebarkan di Afghanistan, namun kekacauan tetap menghantui negara itu.
Jumlah korban tewas perang Afghanistan sejak invasi AS mencapai 150 ribu orang, di mana hampir 2.500 dari mereka adalah tentara Amerika.
Sekarang lebih dari satu setengah dekade dari pendudukan Afghanistan oleh AS, ribuan warga Afghan tewas, terluka, dan mengungsi.
Angka kemiskinan naik tajam akibat hancurnya infrastruktur Afghanistan dalam serangan jet-jet tempur Amerika.
Sementara Taliban tetap leluasa melanjutkan kegiatannya dan bahkan teroris Daesh sudah mulai beroperasi di Afghanistan.
Isu ini menjadi penting karena Presiden terpilih AS Donald Trump menyebut Obama dan mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton sebagai pendiri Daesh.
Al Qaeda dan Taliban merupakan kelompok yang dimanfaatkan oleh Dinas Intelijen Pusat AS (CIA) pada masa pendudukan Uni Soviet di Afghanistan.
Namun, kedua kelompok ini mulai memberontak terhadap tuannya, AS setelah Uni Soviet angkat kaki dari Afghanistan.
Pada tahun 2001, Presiden AS George W. Bush mengeluarkan maklumat perang tanpa akhir terhadap terorisme.
Jelas bahwa tujuan pemerintahan Bush bukan untuk menghancurkan Taliban, tapi ingin mengerahkan tentara Amerika dengan alasan perang kontra-terorisme dan oleh sebab itu, AS dua tahun kemudian menginvasi Irak dengan dalih keberadaan senjata pemusnah massal. Namun pasca invasi, sama sekali tidak ditemukan senjata terlarang di Irak.
Letak Afghanistan dinilai strategis karena berada tidak jauh dari kekuatan-kekuatan besar rival Amerika yaitu Cina dan Rusia ditambah Iran.
Negara itu juga mencuri perhatian Washington sebagai jalur transit energi dan untuk itu, AS menduduki Afghanistan.
Akan tetapi, AS tidak belajar dari kekalahan pahit pasukan Uni Soviet di Afghanistan. Pengakuan Obama sebenarnya indikasi dari ketidakmampuan Amerika dalam menghadapi tekad sebuah bangsa, yang terus melakukan perlawanan terhadap pendudukan asing.
Obama mengakui ketidakmampuan Amerika dalam menghancurkan Taliban di akhir masa jabatannya.
Ia menyadari bahwa Amerika tidak bisa mencerabut akar terorisme hanya dengan mengandalkan opsi militer.
Tapi perlu diingat, Obama terlibat dalam kejahatan Bush dalam memunuh rakyat Afghanistan dan ia juga telah memaksakan pakta keamanan dengan Kabul sehingga pasukan Amerika bisa bertahan di Afghanistan.
Kekuatan-kekuatan besar di masa lalu menghadapi keterpurukan setelah berpetualang terlalu jauh di negara lain. Banyak pemikir juga telah meramalkan tentang keruntuhan AS sebagai akibat dari perang yang dikorbarkan di sejumlah negara.