Select Menu

NASIONAL

REGIONAL

POLHUKAM

OLAHRAGA

PRESPEKTIF

EKONOMI

» » DPD: Pemerintah Perlu Batasi Impor Garam
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Jakarta - Indonesia saat ini masih mengandalkan impor garam untuk memenuhi kebutuhan nasional. 

Pada tahun ini, kebutuhan garam nasional mencapai 4,3 juta ton pertahun, sedangkan produksi Indonesia hanya mampu menghasilkan 3,2 juta ton. 

Sehingga membutuhkan 1,2 juta ton garam yang berasal dari impor.

“Jika impor ini diberikan kelonggaran atau tidak ada batasan maka akan merugikan petani. Walaupun tingkat kebutuhanya akan banyak,” ucap Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad usai executive brief bertemakan ‘Meningkatkan Produksi Garam Nasional dan Menyelamatkan Nasib Petani Garam Rakyat’ di Nusantara III Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12).

Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kadis Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat (NTB), PT Garam, dan Persatuan Petambak Garam Indonesia.

“Namun pada kali ini kita hanya fokus pada garam. Kita bukan mekanisme pengawasan, ini hanya penyaluran aspirasi. Jadi kita menjebatani aspirasi yang diakomodir melalui rakyat,” ujar Farouk.

Menurutnya, kualitas garam impor lebih baik ketimbang garam rakyat. Kata Farouk, kandungan NaCl pada garam rakyat masih di bawah 94,7 persen. Disisi lain, masih banyak 20 persen rumah tangga yang kurang mengkonsumsi garam beryodium. “Ini yang perlu di atasi,” kata senator asal NTB itu.

Farouk menambahkan, dari segi kesehatan ada dampaknya. Bahkan dari segi kebutuhan ada kekurangan. “Padahal kita ini negara negara nomor dua garis pantai terpanjang di dunia. Sayangnya produksi garam kita masih rendah. Maka harus ada peningkatan produktivitas,” harapnya.

Selain itu, aspek petani garam masih di atas level pengangguran. Farouk menilai bahwa hal itu terjadi secara turun-menurun. Padahal ada 100 ribu petani garam di Indonesia. “Ini yang menjadi atensi kita, padahal kebutuhan garam itu dari orang hidup sampai meninggal dibutuhkan,” papar Farouk.

Farouk juga menyayangkan pemerintah belum menempatkan garam sebagai salah satu bahan pokok. Sehingga masih kurang perhatian, namun jelas-jelas UU-nya sudah ada. “Untuk itu pemerintah harus memberikan perlindungan kepada petani garam Indonesia,” tutur dia.

Disisi lain, pemerintah juga telah mewacanakan swasembada pangan pada 2017 nanti. Kenyataanya, swasembada pangan itu tidak gampang karena membutuhkan 1-2 tahun kedepan. 

Karena selain meningkatkan kualitasnya, harus ditambah juga kuantitasnya.
“Untuk swasembada pangan, kita sudah menyepakati untuk menyurati Presiden Joko Widodo terkait apa yang kita hasilkan pada pertemuan ini. Maka dalam waktu 1-2 bulan kedepan kita akan memonitor,” terang Farouk.

Terkait kartel, DPD telah mendapatkan laporan bahwa ada sembilan perusahaan yang menguasai garam. Namun dengan adanya Permendag No. 125 Tahun 2015 itu sudah bisa di atasi.

“Tapi kenyataanya belum optimasl, masih menimbulkan dampak lain. Maka dengan menghapuskan Harga Pokok Pembelian (HPP) oleh pemerintah maka terjadi liberalisasi. Ini akan merugikan petambak garam,” tegas Farouk. (Yus)

About REALITA NEWS

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama